Yanuarty Paresma Wahyuningsih

"Real women are fat and thin and neither and otherwise" -Hanne Blank- 

 

Apa itu Body Shaming?

Beauty has no weight limit. Begitulan kalimat Aji Pamungkas yang pernah saya baca dari internet. Lebih jelasnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Schluter, Kraag, dan Schmidt (2021), mereka mengemukakan bahwa body shaming merujuk pada tindakan memberikan komentar negatif terhadap citra tubuh seseorang yang bertujuan untuk menyinggung baik dalam bentuk verbal maupun tertulis dan dapat dilakukan secara langsung (di dunia nyata) maupun di dunia maya.

Perlu kalian ketahui bahwa di luar sana bukan hanya orang-orang dengan gangguan obesitas yang kerap dihina. Orang dengan postur tubuh cenderung kurus pun mendapat hujatan. Hal ini pun juga pernah saya alami. Sejak tahun 2017, berat badan saya menurun drastis dan kadang tidak stabil. Setiap hari saya mencoba memenuhi asupan gizi seimbang namun tidak banyak membuahkan hasil untuk meningkatan berat badan. Saya juga pernah mengalami gangguan lambung dan perlu satu tahun untuk pemulihan. It’s not easy sometimes when people around me keep observed that I’m thin. Pada kenyataannya, people changed as time goes by, tetapi perubahan paling menonjol dan observable pada diri saya adalah berat badan.

Saya yakin bahwa siapapun tidak ada yang senang jika hal personalnya dicemooh. We have been ever feel insecure with our body or physical performance when we looked at the mirror. Meskipun demikian, kitapun dapat terjebak dalam tindakan body shaming terhadap diri sendiri. Saat bercermin, kadang di antara kita ada yang mengajak bicara diri sendiri seperti dengan mengatakan, "Pipiku kok chubby?” atau “Kok aku tambah gemuk ya?” Jadi, hati-hati ya sebab itu bias menjadi afirmasi untuk diri sendiri. Oleh karena itu, bicaralah dengan kalimat-kalimat yang baik pada diri sendiri.

Efek Body Shaming Terhadap Kesehatan Mental

Iannacone dkk (2016) mengemukakan bahwa dari 111 responden penelitiannya dengan rentang usia 13-19 tahun ditemukan hasil bahwa body shame mempunyai hubungan yang signifikan dengan kerentanan terhadap  eating disorder (gangguan makan). Komentar negatif terhadap fisik seseorang dapat berakibat fatal terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Seseorang yang dicemooh berat badannya bisa jadi mengubah pola makan menjadi tidak seimbang. Hal ini dapat berakibat pada menurunnya kepercayaan diri seseorang. Orang yang dicemooh dapat merasa tidak berharga dengan tampilan citra tubuhnya dan hal ini juga dapat mempengaruhi hubungan sosialnya, cenderung menghindar karena takut diejek dengan kata “gendut”, “ceking” atau semacamnya. 

Apakah Harus Gemuk atau Kurus Agar Dapat Disebut Cantik?

Standar yang diciptakan dari stigma social mengenai seorang wanita dan pria ideal semakin bergeser. Stigma tersebut menganggap bahwa perempuan cantik dan ideal adalah perempuan yang mempunyai bentuk tubuh yang berisi (tidak kurus dan tidak gemuk). Sedangkan laki-laki yang dianggap tampan adalah mereka yang bertubuh kekar dan berotot.

Pengaruh media sosial dan teknologi juga sering menampilkan figur atau model perempuan dengan tubuh langsing, seksi, tinggi dan berkulit putih di berbagai iklan produk. Siapapun yang melihatnya akan cenderung menginternalisasi bahwa definisi cantik itu harus seperti stereotype masyarakat. Namun, saat visualisasi mengenai tubuh ideal tidak sesuai dengan realita, maka mereka akan merasa tidak sesuai dengan standar sosial masyarakat.

Lalu, apa definisi dari kecantikan? Konstruk definisi mengenai Cantik dan Kecantikan itu mempunyai sejarah yang cukup panjang. Definsii kecantikan bermula dari Aristoteles dan/atau Plato. Pada zaman Yunani Kuno, kecantikan itu adalah bagian dari estetika. Nah, teori yang mendasarinya disebut sebagai The General Theory of Beauty. Berdasarkan teori umum ini, kecantikan atau keindahan didefnisikan melalui proporsi bagian-bagian baik meliputi ukuran, kualitas, jumlah bagian dan keterkaitan lainnya.

Lalu, The Great Theory of Beauty dikembangkan oleh Phytagoras. Phytagoras mendefinisikan keindahan/kecantikan dalam struktur sempurna. Struktur ini didefinisikan ke dalam proporsi bagian-bagian. Teori keindahan ini pertama kali diterapkan pada musik, kemudian berlanjut diterapkan pada arsitektur, patung dan keindahan makhluk hidup dan melibatkan penglihatan serta pendengaran, harmoni dan simetri.

Kemudian, Donne (2010) menjabarkan bahwa teori tentang cantik/indah menurut Phytagoras ini mendapat pertentangan dari berbagai filsuf lain akhirnya direvisilah sama si Socrates, Plato, Aristoteles, Plotinus, Ficcino, Aquinas, Alexander Baumgarten, Hogart, Edmund Burke & George Santayana, Armstrong, Kant, dan masih banyak lagi. Saya paling tertarik dengan definisi keindahan/kecantikan menurut Edmund Burke & George Santayana.

Menurut Burke yang notabene seorang objectivist berpendapat bahwa kecantikan/keindahan adalah kualitas yang berasal dari dalam objek yang bertindak secara mekanis pada pikiran manusia melalui intervensi panca indera. Sedangkan Santayana (subjectivist) berpendapat bahwa keindahan/kecantikan bukan dikaitkan pada objek melainkan dikaitkan pada diri kita dan menurutnya, kecantikan adalah sebuah fenomena psikologis yang dengannya kita memproyeksikan kualitas sensasi dan emosi ke dalam objek atau benda-benda.

Nah, seiring waktu berlalu, definisi kecantikan pun mulai bergeser. Para ilmuwan juga akhirnya sependapat bahwa definisi cantik atau kecantikan sudah semakin depend on social stigma. Dengan kata lain, setiap orang atau kelompok masyarakat mempunyai konstruk tersendiri dalam mendefinisikan kecantikan. Jadi, definisi kecantikan menurut kelompok masyarakat satu dengan lainnya tentu saja berbeda. Cantik itu adalah sesuatu yang tampak secara fisik dan pleasurable ketika dipandang atau didengar. Bisa juga kecantikan itu didefinisikan sebagai suatu hal metafisik dalam bentuk aura misal. Atau bisa aja masyarakat lain berpandangan bahwa cantik itu nggak hanya memenuhi syarat struktur bagian-bagian secara fisik, melainkan juga memenuhi standar spiritual values seperti misal memiliki sifat jujur, punya nilai-nilai moral yang baik atau lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, definisi kecantikan ternyata sangat luas. Jadi, masing-masing orang mempunyai pandangan berbeda mengenai kecantikan. Well, tidak ada yang salah apabila individu menilai kecantikan melalui penampilan fisik. Kalau dari sisi laki-laki yang memang mereka makhluk visual pasti cenderung menilai perempuan dari physical performance-nya dulu, dari outer beauty-nya dulu. Nggak salah memang dengan pepatah "dari mata turun ke hati". Mayoritas laki-laki ya memang begitu. Jadi, fenomena dari mata turun ke hati ini sejalan dengan pandangan Aristoteles mengenai kecantikan (menekankan dari segi tampilan fisik/lahiriah). Pandangan Aristoteles mengenai kecantikan ini bisa ditemui juga pada teori-teori dan praktik tentang Cinta, kalian pasti akan sadar sepenuhnya bahwa outer beauty itu adalah senjata untuk memikat hati lawan jenis dan inner beauty merupakan state yang bisa mempertahankan cinta.

Nah, bagaimana? Sekarang sudah cukup paham kan mengenai definisi kecantikan itu seperti apa. Meskipun demikian, berat badan bukanlah tolok ukur kecantikan. Jadi, apapun bentuk tubuhnya, individu tersebut tetap berharga.

 

Sumber Gambar: https://bit.ly/3C8H231

 

Referensi:

-Donne, V. D. (2010). How can we explain beauty? A psychological answer to a philosophical question. Proceeding of The European Society for Aesthetic, 2, 88-99.

- Iannacone, M., D'Olimpio, F., Cella, F., & Cotrufo, P. (2016). Self esteem, body shame and eating disorder in obese and normal weight adolescents: A mediation model. Eating Behavior Journal, Elsevier, 21, 80-83.

- Schluter, C., Kraag, G., & Schmidt, J. (2021). Body shaming: an exploratory study on its definition and classification. Internation Journal of Bullying Prevention. https://doi.org/10.1007/s42380-021-00109-3.