MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
- Selasa, 19 Maret 2024
- Post by PKRS
- 8.511 kali
- SHARE
Instalasi Kesehatan Lingkungan & Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
Penulis : Fairuz Iman Haritsah, S. KM
Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) merupakan segala kegiatan untuk menjamin pekerja atau pegawai selamat dan terlindungi dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Beberapa kegiatan K3 antara lain manajemen risiko, pengendalian Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengendalian kebakaran, pengelolaan alat dan sarana prasarana hingga menjalankan kesiapsiagaan bencana. Hal yang paling utama dalam kegiatan K3 adalah manajemen risiko. Manajemen risiko adalah upaya sistematis dalam mengendalikan risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Melalui manajemen risiko, bahaya dapat diantisipasi agar tidak menimbulkan dampak terburuk serta sebagai bahan evaluasi terhadap kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang telah terjadi. Manajemen risiko juga sebagai sarana informasi bagi pegawai mengenai potensi bahaya dan risiko di tempat kerja.
Manajemen risiko dibuat untuk mengelola dan meminimalkan risiko K3 sekecil mungkin sehingga tidak akan menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Manajemen risiko merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri dari :
1. Persiapan
Pada tahap awal, perlu dilakukan persiapan yang terdiri dari penentuan tanggungjawab kegiatan, ruang lingkup manajemen risiko K3 hingga metode dan waktu pelaksanaan kegiatan
2. Identifikasi bahaya potensial
Pada tahap ini dilakukan identifikasi bahaya potensial yakni bahaya yang berpotensi menyebabkan kecelakaan atau gangguan kesehatan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahaya potensial meliputi bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologi, bahaya ergonomi, bahaya psikososial, bahaya mekanikal, bahaya elektrikal, serta bahaya limbah. Identifikasi dilakukan dengan mengamati seluruh proses kerja mulai awal persiapan hingga limbah terbentuk sebagai akhir dari kerja. Identifikasi proses kerja juga dapat dilakukan dengan mempelajari standar operasional di setiap kegiatan kerja.
Tahapan dalam kegiatan identifikasi bahaya potensial antara lain ;
a. Mengidentifikasi seluruh kegiatan yang dilakukan di unit kerja
b. Mengidentifikasi bahaya potensial di unit kerja
c. Mengumpulkan informasi tambahan (tentang frekuensi dan durasi pajanan, upaya pengendalian yang sudah dilakukan dan hygiene perorangan)
d. Melakukan pengukuran bahaya fisik di unit kerja
e. Mengidentifikasi dampak bahaya potensial
3. Analisis risiko
Sumber bahaya di rumah sakit yang telah diidentifikasi harus dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Risiko adalah probabilitas bahaya potensial menjadi nyata yang ditentukan oleh frekuensi dan durasi paparan, jenis aktivitas kerja, dan pengendalian yang sudah dilakukan untuk mengurangi dampak bahaya terkait. Hal yang yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku pegawai dalam bekerja, higiene perorangan, status kesehatan pegawai, kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pernah terjadi serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko terjadinya cidera dan gangguan kesehatan. Analisa risiko dilakukan dengan menghitung tingkat risiko menggunakan matriks penilaian risiko K3.
4. Evaluasi risiko
Evaluasi risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang telah dihitung dalam tahap analisis risiko sebelumnya dengan standar yang digunakan. Selain itu, tahap ini juga menilai keefektifan pengendalian yang telah dilakukan. Pada tahap evaluasi risiko, perlu ditetapkan apakah suatu risiko perlu diberikan tambahan metode pengendalian atau tidak.
5. Pengendalian risiko
Risiko yang telah dievaluasi dan dianalisis diberikan rekomendasi pengendalian yang sesuai. Prinsip pengendalian risiko meliputi 5 (lima) hierarki, yaitu menghilangkan bahaya (eliminasi), menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (substitusi), melakukan rekayasa engineering/pengendalian secara Teknik, melakukan pengendalian secara administrasi, serta penerapan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
6. Komunikasi dan konsultasi
Informasi risiko dan rekomendasi pengendalian harus dikomunikasikan kepada penanggungjawab area kerja agar dapat diwujudkan secara nyata. Komunikasi meliputi juga edukasi dan diskusi mengenai pentingnya manajemen risiko serta pengetahuan tentang bahaya di area kerja terkait
7. Pemantauan dan telaah ulang
Pemantauan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan - perubahan yang terjadi setelah pengendalian dilakukan. Perubahan tersebut dan ketidaksesuaian penerapan pengendalian kemudian ditelaah ulang untuk selanjutnya dilakukan perbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah ulang perlu untuk dilakukan untuk menjamin terlaksananya seluruh proses manajemen risiko dengan optimal. Pemantauan dapat dilakukan melalui kegiatan inspeksi safety patrol atau laporan unsafe condition dari pegawai.
Sumber Foto :
1. https://www.kompasiana.com/enchristotiony/5cab7af295760e1d1050d7b2/manajemen-risiko-k3
Referensi :
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit