Alek Gugi Gustaman, SKM

Presbikusis atau age related hearing impairment (ARHL) adalah gangguan pendengaran pada usia lanjut (>60 tahun) akibat proses penuaan organ pendengaran yang terjadi secara berangsur-angsur dan bilateral. Gangguan pendegaran ini bersifat neurosensorik bilateral progresif, irreversible, dan simetris yang disebabkan degenerasi koklea sebagai organ penginduksi impuls di neuron koklea yang menyampaikan informasi ke otak atau hilangnya serabut saraf pendengaran. Menurut World Health Organization (WHO) terdapat lebih dari 65% orang dewasa dengan usia di atas 60 tahun yang mengalami presbikusis. Pada tahun 2025 diperkirakan terdapat 1,2 miliar orang dewasa dengan usia lebih dari 60 tahun di seluruh dunia dengan perkiraan 500 juta orang di antaranya akan mengalami gangguan presbukusis. Di Indonesia sendiri, prevalensi penyandang disabilitas akibat gangguan pendengaran pada tahun 2019 menempati posisi keempat dengan jumlah sebanyak 7,03%. Presbikusis merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting dalam masyarakat. Akibat dari gangguan pendengaran tersebut lansia akan mengalami gangguan masalah sosial, seperti frustasi, depresi, cemas, paranoid, merasa kesepian dan meningkatnya angka kecelakaan.

Perkembangan penyakit pada seseorang yang mengidap prebiskusis dintandai dengan gangguan pendengaran pada suara berfrekuensi tinggi dan voiceless consonants (huruf P, K, F, S, D) secara bertahap, bicara mulai tidak jelas atau meracau, cocktail party deafness dan tinnitus. Meski penyebab presbikusis belum diketahui secara pasti, banyak faktor yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis seperti usia, genetik keluarga, jenis kelamin, paparan bising, gaya hidup tidak sehat hingga komplikasi penyakit lain seperti hipertensi, diabetes dan hiperkolesterol karena secara langsung mempengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan menurunkan transportasi nutrisi akibat perubahan pembuluh darah sehingga terjadi degenerasi sekunder pada saraf pendengar.

Presbikusis merupakan salah satu gangguan pendengaran yang menjadi perhatian program penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian (PGPKT). Tujuan program tersebut adalah menurunkan angka kejadian presbikusis sebesar 90% pada tahun 2030. Komite nasional penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian menyatakan bahwa diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan presbikusis oleh masyarakat bersama-sama dengan kader dan tenaga kesehatan. Selain peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis presbikusis, skrining pendengaran juga dilakukan secara rutin pada lansia untuk menurunkan morbiditas akibat presbikusis. 

A. Pengertian Presbikusis

Presbiakusis berasal dari bahasa Yunani, yaitu prebus yang artinya orang tua, dan acusis yang artinya adalah pendengaran. Presbiakusis adalah tuli sensorineural frekuensi tinggi yang umumnya terjadi mulai usia 65 tahun dan bersifat simetris bilateral.

Secara global, presbikusis adalah penyebab penurunan fungsi pendengaran terbanyak. Menurut WHO, sepertiga orang yang berusia 65 tahun ke atas mengalami gangguan pendengaran. Di Amerika Serikat, diperkirakan sebesar dua pertiga orang yang berusia 70 tahun ke atas mengalami gangguan pendengaran, dan sekitar 25-30% orang yang berusia 65-74 tahun mengalami gangguan pendengaran. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar di tahun 2013, didapatkan bahwa gangguan pendengaran tertinggi di Indonesia ada pada kelompok usia 75 tahun ke atas (36,6%), diikuti oleh kelompok usia 65-74 tahun (17,1%). Presbikusis merupakan masalah yang penting dalam masyarakat. Proses penurunan fungsi pendengaran ini dapat menyebabkan kesulitan bagi pasien dalam berkomunikasi dengan lingkungannya dan mengakibatkan hubungan dengan lingkungannya menjadi tidak baik sehingga pasien akan menarik diri, terjadi pengurangan sosialisasi, penurunan aktivitas mental sehingga merasa kesepian, sehingga akhirnya dapat mengalami depresi dan paranoid. 

B. Penyebab Presbikusis

Walaupun belum diketahui secara pasti, tetapi dinyatakan secara multifaktorial, yaitu:

1.    Arteriosklerosis

Arteriosklerosis menyebabkan berkurangnya perfusi dan suplai oksigen ke koklea. Hipoperfusi menyebabkan terbentuknya metabolit oksigen reaktif dan radikal bebas, yang menyebabkan kerusakan secara langsung DNA mitokondrial dan struktur telinga dalam.

2.    Gangguan metabolisme

Diabetes melitus meningkatkan proses terjadinya arteriosklerosis yang akan mempengaruhi perfusi dan oksigenasi koklea. Diabetes juga menyebabkan proliferasi difus dan hipertrofi tunika intima dari endotel pembuluh darah uang mempengaruhi perfusi koklea atau terjadinya proses mikroangiopati.

3.    Paparan bising

Akumulasi dan paparan kebisingan berperan dalam terjadinya presbikusis, paparan kebisingan ini dapat merusak fragilitas sel rambut telinga dalam yang berperan dalam proses pendengaran.

4.    Obat ototoksik dan faktor stres

Obat ototoksik mempunyai pengaruh terhadap akselerasi dan progresifitas gangguan pendengaran dengan memperberat kerusakan sel rambut. Contoh obat ototoksik yang terlibat dalam proses terjadinya presbikusis yaitu: salisilat, kuinin dan analognya, aminoglikosida, loop diuretik (furosemide), dan kemoterapi kanker (cisplatin). 

C. Faktor Risiko Presbikusis

1. Usia

Menurut The State Hearing Centers of Denmark menyatakan bahwa prebikusis umumnya terjadi setelah umur 65 tahun. Penelitian Kronholm menunjukkan presbiakusis terjadi pada umur dibawah 65 tahun sekitar 5-20% sedangkan diatas umur 65 tahun terjadi sekitar 60%.

2.  Jenis kelamin

Presbiakusis lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Hasil survey dibeberapa negara menunjukkan bahwa pada usia lebih dari 50 tahun terjadi gender reversal phenomenon yaitu pria lebih jelek pendengaranya daripada wanita pada frekuensi diatas 1 kHz dan wanita lebih jelek pendengarannya daripada pria dibawah frekuensi 1 kHz sedangkan pada frekuensi 1 kHz khas tidak ada perbedaan jenis kelamin. 

3.  Faktor genetik

Kecepatan perubahan degeneratif telinga dipengaruhi oleh faktor genetik. Ada kecenderugnan mengenai keluarga tertentu yaitu penurunan secara genetik pada suatu keluarga dibawa secara autosomal dominan.

D. Gejala Presbikusis

  Gejala utama presbikusis adalah penurunan pendengaran pada kedua telinga. Pada tahap awal, kondisi ini terjadi secara perlahan dan progresif sehingga jarang dikeluhkan oleh pasien. Namun, sering kali anggota keluarga dan teman justru menyadari adanya gangguan ini terlebih dahulu daripada penderitanya.

        Gejala awal yang umum lainnya adalah pasien kesulitan dalam mendengarkan atau memahami percakapan dalam situasi tertentu, seperti ketika berada pada ruangan yang bising. Selain itu, beberapa gejala lain yang umumnya dialami pasien presbikusis adalah:

·         Sulit memahami komponen wicara terutama dalam frekuensi tinggi dan voiceless consonants (dalam bahasa Indonesia contohnya bunyi konsonan p, t, c, k, f, Š, x, dan h).

·         Telinga berdenging.

·         Sulit menentukan arah sumber suara.

·         Sering meminta orang lain untuk mengulang perkataan.

·         Sering meningkatkan volume suara radio ataupun televisi. 

E.  Penanganan Presbikusis

Hingga saat ini, belum ada penanganan definitif untuk presbikusis dikarenakan kondisi ini bersifat ireversibel akibat perubahan struktur dan proses degenerasi dari organ pendengaran. 

Tentunya, pengobatan presbikusis akan disesuaikan dengan penyebab, kondisi kesehatan, dan tingkat keparahan fungsi pendengaran yang dialami oleh pasien. Adapun beberapa pilihan pengobatan presbikusis adalah sebagai berikut:

·         Menggunakan alat bantu dengar, yang dapat memperkuat suara.

·         Rehabilitasi pendengaran atau rehabilitasi audiologi, yaitu proses rehabilitasi yang berfokus pada penyesuaian diri dengan kondisi pendengaran yang menurun, mengajarkan pasien menggunakan alat bantu dengar dengan benar, bagaimana beradaptasi dengan alat bantu dengar, serta terapi komunikasi. 

F.  Prilaku  Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Presbikusis tidak dapat dicegah, tetapi dapat diperlambat progresivitasnya, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah dengan:

-          menghindari kebisingan dengan menggunakan penutup atau penyumbat telinga

-          pemeriksaan pendengaran rutin/tahun

-          rehabilitasi pendengaran

-          menghentikan kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol.

-          mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang.

-          rutin berolahraga.

-          istirahat yang cukup.

-          menjaga kebersihan telinga.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.    Cheslock M, De Jesus O. Presbycusis. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559220/

2.    Tu NC, Friedman RA. Age-related hearing loss: unraveling the pieces. Laryngoscope Investig Otolaryngol. 2018;3(2):68-72.

3.    Saadi RA. Presbycusis. Medscape, 2019. https://reference.medscape.com/article/855989-overview

4.    Wang J, Puel JL. Presbycusis: An update on cochlear mechanisms and therapies. J Clin Med. 2020;9(1):1–22. 2.

5.    WHO. World Report On Hearing [Internet]. Human Rights Watch. 2018. 1–8 p. Available from:https://www.hrw.org/world-report/2019/country-chapters/cambodia%0Ahttps://www.hrw.org/world-report/2019/country-chapters/bangladesh

6.    Davis A, McMahon CM, Pichora-Fuller KM, Russ S, Lin F, Olusanya BO, et al. Aging and hearing health: The life-course approach. Gerontologist. 2016;56:S256–67.

7.    Harpini A. Infodatin: Disabilitas Rungu. 1st ed. Widiantini W, editor. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2019. 1–10 p

8.    Busis SN. Presbycusis. In: Calhoun KH, Elbling DE, eds Geriatric otolaryngology. New York: Taylor & Frands Group; 2006.p. 77-90.

9.    Soetjipto D. Presbikusis, 2007. Available from: http:// ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=16. Accessed January 1, 2014.

10. Mills JH, Lambert PR. Presbyacusis. In: Ballenger J, Snow JB, eds. Ballenger's otorhinolaryngology head and neck surgery. 16 ed. Spain: BC Decker Inc; 2003.p. 443-54.

11. Kutz JW, Isaacson B, Roland PS. Aging and the auditory and vestibular system. In: Johnson J, Rosen CA, eds. Balley's head and neck surgery-otolaryngology. St ed. Vol. IL. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2014.p. 2615-22.

12. Kinsky M. Presbycusis, 2010. Available from: http:// exomedindonesia.com. Accessed September 3, 2023.

13. Hinojosa R, Naunton RF. Presbycusis. In: Paparella MM, Shumrick DA, Gluckmann JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology. 3rd ed. Vol II. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1991.p. 1629-37.

14. McCarthy AA. Presbycusis, 2008. Available from: http:// www.thirdage.com/encyclopedia/presbycusis-age-related-hearing-loss. Accessed September 3, 2023.

15. Weinstein BE. Hearing loss in the elderly: a new look at an old problem. In: Katz J, ed. Handbook of clinical audiology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002.p.597-603.