M. Yusuf

 

Kita sering mendengar kata Peter Pan, tetapi kata Peter Pan yang akan kita bahas kali ini bukan nama grup band asal Kota Kembang Bandung yang digawangi Ariel dengan lagu hit "ada apa denganmu". Grup band yang namanya meroket pada awal Tahun 2000an. Setiap individu yang sudah memasuki fase dewasa secara akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik dan mental. Sindrom Peter Pan adalah sikap orang dewasa yang secara psikologis, sosial, dan seksual tidak menunjukkan kematangan atau masih bersifat kekanak-kanakan. Seorang laki-laki yang sudah dewasa harusnya dapat berdiri sendiri dan dapat menentukan pilihan dengan konsekuensi tanggung jawab yang menyertainya. Pada kenyataannya, ada beberapa laki-laki yang tidak bisa hidup mandiri, bersifat kekanak-kanakan dan selalu bergantung kepada orang lain. Nama sindrom Peter Pan diambil dari cerita fiksi Peter Pan karya J. M. Barry yang menggambarkan seseorang laki-laki menolak menjadi dewasa. Memang dilihat secara fisik sudah dewasa tetapi secara mental dan psikologi masih kekanak-kanakan. Nama lain dari sindrom peter pan adalah king baby atau little prince sindrom.

Sindrom ini tidak hanya dimiliki oleh laki-laki saja, tetapi beberapa wanita dewasa juga bisa bersifat kekanak-kanakan. Tetapi para ahli berpendapat bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab lebih besar karena nantinya sebagai kepala keluarga, pemberi contoh anak-anak, wakil keluarga di masyarakat dan pencari nafkah. Seseorang dengan sindrom Peter Pan akan mengalami kesulitan dalam hubungan dengan individu lain, kesulitan dalam bergaul di masyarakat dan di pekerjaan.

 

Penyebab Sindrom Peter Pan

1.    Pola pengasuhan anak yang terlalu melindungi atau over protektif

2.    Kenangan masa kecil yang menyakitkan atau trauma

3.    Cara pandang yang salah terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial sekitarnya

4.    Tidak siap untuk memikul tanggung jawab yang besar saat dewasa karena tidak percaya diri, takut dan cemas

 

Pola asuh anak yang tidak terlalu over protektif menjadikan anak tumbuh matang, tidak hanya secara intelektual tetapi juga dapat menumbuhkan bakat dan kemampuannya. Hal ini dapat mengembangkan karakter anak yang mandiri dan berdaya saing serta menjadikan mereka tangguh dalam menghadapi masalah. Penerapan pola asuh anak yang tepat, salah satunya, dengan membiarkan anak mencoba banyak tantangan dalam hidupnya, memberikan ruang untuk berinteraksi dengan lingkungan sebaya dan menyelesaikan permasalahannya tanpa didikte atau diintervensi secara langsung. Cara ini membantu anak untuk tidak bergantung pada orang lain, serta lebih siap menerima tantangan di hidupnya mendatang.

Fenomena yang terjadi di masyarakat, seringkali orang tua tidak memahami pentingnya mengenai pola asuh yang baik dan berasumsi bahwa pola asuh yang mereka berikan kepada anaknya sudah baik, apalagi didukung materi berkecukupan. Tanpa sadar ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Ajarkan anak agar tidak sering mengeluh, mengatakan tidak bisa padahal belum dicoba dan bertanggung jawab meskipun itu pada taraf belajar.

 

Tanda dan Gejala

1.  Cenderung berperilaku seperti anak kecil, remaja, atau orang yang lebih muda dari usianya. Biasanya, orang dengan sindrom ini juga berteman dengan orang yang lebih muda

2.  Suka menghindar dari permasalahan, selalu bergantung pada orang lain dan merepotkan orang lain

3.  Mengharapkan untuk selalu dilindungi dan dituruti semua permintaannya. Takut dan memiliki kekhawatiran yang berlebihan jika melakukan segala sesuatu sendiri

4.  Tidak bisa mempertahankan hubungan jangka panjang yang stabil, terutama percintaan dan pekerjaan. Sifatnya yang kekanakan sering membuat pasangan menjadi tidak nyaman, diajak membicarakan tentang masa depan menghindar, dimintai tolong sering mengeluh dan mematahkan semangat

5.  Kurang bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam mengelola keuangan. Selalu mengutamakan kepentingan pribadi, terutama untuk kepuasan dan kebaikan dirinya sendiri (mau bersenang-senang saja)

6.  Tidak mau mengakui kesalahan dan melimpahkannya pada orang lain sehingga sulit untuk introspeksi diri

7.  Suka dipuji oleh orang lain.

 

Gejala sindrom Peter Pan pada seseorang tidak sama, sehingga sulit disimpulkan lebih dini. Perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan seseorang itu pengidap peter pan atau tidak, bukan hanya pada pengidap sindrom Peter Pan saja, tetapi juga orang-orang di dekatnya. Hal ini sebabkan pengidap sindrom ini cenderung tidak menyadari dan merasa tidak ada masalah dengan hidupnya.

 

Tips untuk mengatasi  Sindrom Peter Pan

Ada beberapa upaya untuk mengatasi Peter Pan sindrom ini, diantaranya;

1.    Menumbuhkan kepercayaan diri / kesadaran diri mengenai buruknya pola pikir dan perilaku dari Peter Pan

2.    Memulai belajar menyelesaikan masalah secara mandiri, mulai dari masalah-masalah kecil dulu

3.    Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi 

4.    Berfikir masa depan dan menetapkan tujuan hidup yang mau dicapai

5.    Mengembangkan bakat atau ketrampilan yang dimiliki untuk mendorong kemandirian

6.    Dukungan dari keluarga dan lingkungan, tetapi sifatnya hanya mendengarkan keluh kesah tanpa intervensi yang berlebihan

7.    Mencari bantuan psikolog profesional jika diperlukan.

 

Jika anda mengalami tanda / gejala diatas dan membutuhkan konseling serta bantuan pendampingan peter pan atau masalah psikologi lainnya dapat memanfaatkan layanan klinik Psikologi di Gedung A lantai 2 RS Radjiman Wediodiningrat Lawang

 

Gambar: Freepik

 

Sumber:

Agustin, S. (2023, Augustus 21). Perilaku Kekanakan pada Orang Dewasa.

 

Surianti. (2022). Inner Child: Memahami dan Mengatasi Luka Masa Kecil. MIMBAR Jurnal Media Intelektual Muslim Dan Bimbingan Rohani, 8(2) http://journal.iaimsinjai.ac.id/indeks. php/mimbar

 

https://www.halodoc.com/kesehatan/sindrom-peter-pan?srsltid=AfmBOooqu6v-gUfQTpblwgdOXW-sJlxHYS8EQlVio0oov35RIy_--9TK