PENCEGAHAN BUNUH DIRI
- Jumat, 15 Desember 2023
- Post by PKRS
- 12.851 kali
- SHARE

PENCEGAHAN BUNUH DIRI
Alek Gugi Gustaman, SKM
Akhir-akhir ini jamak kita dengar kabar seseorang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Fenomena ini seolah tidak mengenal usia. Seorang bocah SD hingga orang tua menjadi korban bunuh diri. Aksi bunuh diri sering terjadi di Indonesia, termasuk yang terbaru terjadi di Jawa Timur
Maraknya kasus bunuh diri dalam beberapa waktu terakhir menjadi sinyal peringatan untuk lingkungan sosial maupun keluarga. Lingkungan terdekat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mengalami tanda-tanda ingin mengakhiri hidupnya.
Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO) dan International Association of Suicide Prevention (IASP), lebih dari satu juta orang meninggal dunia karena bunuh diri setiap tahunnya. Pada 2020, diperkirakan ada satu orang meninggal dunia karena bunuh diri setiap 20 detik.
Permasalahan ini banyak terjadi pada kalangan anak muda. Mulai dari anak-anak hingga remaja. Untuk itu, perlu diketahui penyebab seseorang dapat mengakhiri hidupnya, agar dapat dilakukan tindakan pencegahan ke depannya.
Berikut hal hal yang perlu diketahui terkait pencegahan bunuh diri.
A. Definisi Bunuh Diri
Bunuh diri merupakan tindakan fatal yang mewakili keinginan orang tersebut untuk mati. Pada psikiatri, bunuh diri adalah keadaan darurat utama, dengan pembunuhan dan kegagalan untuk mendiagnosis penyakit yang berpotensi fatal yang mendasari mewakili keadaan darurat psikiatri lain yang kurang umum (Sadock & Sadock, 2014).
Bunuh diri dalam psikiatri sama seperti kanker bagi internis. Psikiater dapat memberikan perawatan yang optimal, namun pasien dapat meninggal karena bunuh diri yang sulit untuk diprediksi namun terdapat petunjuk yang dapat dilihat. Konsep yang paling penting mengenai bunuh diri yaitu hal tersebut hampir selalu diakibatkan oleh penyakit mental biasanya depresi dan dapat menerima perawatan psikologis dan farmakologis (Sadock & Sadock, 2014).
B. Macam-macam Perilaku Bunuh Diri
1. Isyarat bunuh diri
Seseorang sudah memiliki ide untuk bunuh diri namun belum memikirkan cara maupun melakukan percobaan. Isyarat secara tidak langsung misalnya dengan mengatakan “semua akan lebih baik tanpa saya” atau “Tolong jaga anak-anak, karena saya akan pergi jauh”
2. Ancaman bunuh diri
Seseorang sudah memiliki ide untuk bunuh diri dengan adanya rencana serta mengancam untuk melakukan bunuh diri, namun tidak disertai tindakan bunuh diri. Saat seseorang memiliki ide untuk bunuh diri dengan ungkapan atau tindakan melukai diri yang jika dilakukan kemungkinan besar akan mengakibatkan kematian
3. Percobaan bunuh diri (PBD)
PBD merupakan tindakan untuk melukai diri untuk menyakiti hidupnya, tindakan aktif untuk menghilangkan nyawanya. Seseorang akan mencoba untuk menggantung diri, minum obat racun atau yang lainnya, untuk bisa menghilangkan nyawanya (Keliat et al. 2014).
C. Faktor Risiko Bunuh Diri
Faktor risiko yang dapat menambah kemungkinan terjadinya tindakan bunuh diri yaitu (Sadock & Sadock, 2014):
1. Status perkawinan
Tingkat bunuh diri seseorang yang masih sendiri adalah dua kali lipat dibanding orang yang menikah. bercerai, berpisah atau seorang janda memiliki kecenderangan empat kali sampai lima kali lebih besar dari mereka yang menikah
2. Jenis kelamin
Wanita berusaha melakukan diri lebih banyak, tapi pria lebih berhasil dalam melakukan bunuh diri. Jumlah keberhasilan bunuh diri sekitar 70% untuk pria dan 30% untuk wanita.
3. Usia
a. Remaja dan dewasa awal
Faktor resiko paling kuat pada kaum muda adalah tindakan kekerasan, agresi, perilaku depresi, dan isolasi sosial. Terdapat faktor lain yang berhubungan dengan bunuh diri di kalangan remaja seperti : sering melarikan diri, sering marah, sering bermasalah dengan orangtua, menarik diri dari keluarga dan teman.
b. Dewasa akhir
Seseorang yang berusia 65 tahun atau lebih memiliki angka bunuh diri yang lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Faktor resiko yang menyebabkan tingginya bunuh diri pada lansia seperti isolasi sosial, hidup sendiri, masalah ekonomi, masalah kesehatan, dan perasaan putus asa.
4. Status sosial ekonomi
Individu kelas sosial yang sangat tinggi dan sangat rendah memiliki angka kejadian bunuh diri tertinggi dibandingkan mereka yang hidup kelas mengeah
5. Faktor lainnya
Seseorang dengan gangguan mood (depresi mayor dan gangguan bipolar) memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk bunuh diri dibanding dengan kelompok gangguan psikiatrik atau medis.
D. Faktor Penyebab Bunuh Diri
1. Teori Psikologis – penderitaan tak tertahankan
Faktor-faktor penyebab bunuh diri sebagai berikut :
a. Isolasi dan kesepian memicu perilaku bunuh diri, hal tersebut dipicu hilangnya objek yang dicintai. Misalnya seorang suami yang ditinggal mati oleh istrinya. Kehilangan objek yang dicintai menyebabkan kemarahan batin yang secara langsung diwujudkan dengan usaha bunuh diri.
b. Kematian sebagai upaya penebusan dosa dari kesalahan sebelumnya
c. Kesalahan yang pernah diperbuat menimbulkan rasa bersalah yang berkontribusi mendorong seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri
d. Kematian sebagai cara untuk mendapat kembali objek yang dicintainya
e. Bunuh diri sebagai kelanjutan hasil dari proses depresi mayor.
f. Ide dan perilaku bunuh diri berasal dari pengabaian kecemasan
Dalam hal ini, depresi berat menjadi penyebab utama bunuh diri. Depresi timbul disebabkan karena pelaku tidak sanggup menanggung beban permasalahannya dan tekanan yang secara terus menerus menyebabkan timbulnya keinginan untuk bunuh diri.
Dalam teori psikodinamika Freud, depresi akibat kehilangan seseorang yang dicintai sehingga memicu perasaan tidak berdaya, keputusasaan, bersalah bahkan sampai dengan kehilangan harga diri. Sehingga bunuh diri dianggap sebagai penyelesaian dari rasa sakit tersebut (Leenaars, 2003).
2. Teori Interpersonal
Menurut Beck (1979) ide bunuh diri adalah keinginan dan rencana untuk bunuh diri yang belum disertai tindakan eksplisit. Interpersonal theory of suicide menyebutkan bahwa ide bunuh diri terjadi pada individu karena adanya masalah dalam rasa kepemilikan dan perasaan sebagai beban bagi orang lain. Sedangkan pada Three Steps Theory disebutkan bahwa ide bunuh diri dapat terjadi akibat adanya rasa sakit yang umumnya terjadi secara psikologis, keputusasaan, kurangnya keterhubungan dengan lingkungan sosial, dan adanya kapasitas untuk melakukan tindakan bunuh diri (May & Klonsky, 2013). Sehingga berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ide bunuh diri berkaitan dengan hubungan interpersonal maupun hubungan antara individu dengan lingkungan sosialnya.
Sensitivitas interpersonal merupakan salah satu komponen yang sebenarnya diperlukan dalam menjadi interaksi antar pribadi (Half & Bernieri, 2013). Namun di penelitian lain juga mengemukakan bahwa sensitivitas interpersonal berkorelasi positif dengan ide bunuh diri. Individu dengan sensitivitas interpersonal yang tinggi mengalami perasaan terisolasi dari lingkungan sosial dan merasa terpisah dari lingkungan sosialnya yang kemudian berkaitan dengan meningkatnya resiko bunuh diri (Gupta & Gupta, 2013). Selain itu adanya kerapuhan diri sebagai komponen dari sensitivitas interpersonal juga dapat menyebabkan individu memiliki keyakinan negatif akan dirinya. Hal tersebut kemudian menimbulkan perilaku disfungsional yang mengganggu hubungannya dengan orang lain (Otani et al., 2018). Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sensitivitas interpersonal yang tinggi akan mengakibatkan munculnya ide bunuh diri.
3. Teori Kognitif
Teori ini meyakini jika kepercayaan dan sikap-sikap memberikan kontribusi terhadap perilaku bunuh diri. Sikap kekakuan dan ketidakluwesan dalam berpikir menyebabkan seseorang kesulitan dalam menemukan alternatif penyelesaian masalah sampai perasaan untuk bunuh diri yang dirasakan orang tersebut menghilang. Kekakuan dan keluwesan dalam berpikir ini menyebabkan individu melakukan tindakan bunuh diri (Ritzer & Goodman, 2008).
4. Teori Sosiologi
Dalam karya Durkheim yang popular Le Suicide (1897) (dalam Upe, 2010: 99), dikemukakan dengan jelas hubungan antara integrasi sosial terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri (suicide). Durkheim melihat bunuh diri sebagai tindakan individu dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sosial. Durkheim menolak adanya serangkaian anggapan bahwa bunuh diri disebabkan oleh penyakit kejiwaan, imitasi atau peniruan, iklim, alkoholisme, kemiskinan, dan juga adanya pengaruh ras tertentu yang memiliki kecenderungan melakukan bunuh diri.
Faktor sosial sangat mempengaruhi sekali mengapa seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Gejala-gejala sosial sangat berpengaruh dalam diri individu ketika mempunyai hubungan sosial dalam masyarakat. Segala bentuk integrasi sosial yang kurang atau berlebihan akan mempengaruhi terhadap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Selain itu adanya aturan yang tercipta, baik yang sangat kuat atau yang melemah juga mempunyai dampak tersendiri bagi masyarakat.
Durkheim merumuskan empat tipe bunuh diri (dalam Upe, 2010: 99), yaitu: Egoistic suicide, yaitu suatu tindakan bunuh diri karena merasa kepentingan individu lebih tinggi daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Altruism suicide, yaitu dengan adanya perasaan integrasi antar sesama individu yang satu dengan yang lainnya, maka menciptakan masyarakat yang memiliki integrasi yang kuat. Anomie suicide, yaitu lebih terfokus pada keadaan moral dimana individu yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan, dan norma dalam hidupnya. Fatalistic suicide, yaitu terjadi ketika nilai dan norma yang berlaku di masyarakat meningkat dan terasa berlebihan.
5. Faktor Neurologik
Sistem Serotonergik Otak (5-HT): Serotonin dibentuk oleh neuron-neuron yang terintegrasi ke dalam nuklei raphe di batang otak. Neurotransmisi serotonin diatur oleh jaringan reseptor pra dan pasca-sinaptik dan transporter 5-HT (5-HTT). Data yang tersedia dari studi klinis dan post-mortem menunjukkan bahwa input serotonergik yang berkurang merupakan faktor penting dalam kerentanan terhadap perilaku bunuh diri, terlepas dari penyakit kejiwaan yang terkait. Studi post-mortem menggunakan autoradiografi 5HTT dengan ligan transporter 5-HT spesifik, cyano imipramine, menunjukkan berkurangnya pengikatan transporter 5-HT pada PFC (Pre Frontal Cortex) bunuh diri dan meningkatkan kemungkinan adanya penurunan persarafan serotonergik. Asam 5-hidroksiindoleasetat (5-HIAA) tingkat rendah ditemukan pada cairan serebrospinal (CSF) orang depresi yang mencoba bunuh diri dan di batang otak orang yang melakukan bunuh diri. Hal ini membuktikan adanya penurunan neurotransmisi serotonin di otak pasien bunuh diri (Menon & Kattimani, 2015).
E. Tanda dan Gejala Bunuh Diri
Berikut ini adalah beberapa hal yang harus menjadi catatan bagi seorang dokter terhadap potensi bunuh diri yang nyata:
a. Pasien dengan rencana pasti untuk bunuh diri
Orang yang berpikir atau berbicara tentang bunuh diri berisiko; dimana seorang pasien yang memiliki rencana (misalnya untuk mendapatkan senjata dan membeli peluru) telah membuat pernyataan yang jelas mengenai risiko bunuh diri.
b. Pasien yang mengikuti pola perilaku sistematis di mana mereka terlibat dalam aktivitas yang menunjukkan bahwa mereka akan meninggalkan kehidupan. Ini termasuk mengucapkan selamat tinggal kepada teman, membuat surat wasiat, menulis catatan bunuh diri, dan rencana pemakaman.
c. Pasien dengan riwayat bunuh diri yang kuat dalam keluarga
Riwayat bunuh diri dalam keluarga secara khusus menunjukkan risiko bunuh diri jika pasien mendekati peringatan kematian tersebut atau usia di mana kerabatnya melakukan bunuh diri.
d. Adanya senjata tajam
e. Berada di bawah pengaruh alkohol atau obat yang dapat mengubah pikiran. Penyalahgunaan obat sangat signifikan jika obat tersebut bersifat depresan.
f. Jika pasien mengalami kerugian yang parah, segera, dan tidak terduga. Misalnya, ketika seseorang tiba-tiba dipecat atau ditinggalkan oleh pasangannya.
g. Jika pasien terisolasi dan sendirian
h. Jika orang tersebut mengalami depresi jenis apa pun
i. Jika pasien mengalami halusinasi perintah
Halusinasi perintah yang memerintahkan bunuh diri bisa menjadi pesan tindakan yang kuat yang menyebabkan kematian.
j. Keluar dari rumah sakit jiwa
Pasien berisiko bunuh diri setelah keluar dari rumah sakit jiwa, yang merupakan masa transisi dan stres yang sangat sulit; struktur, dukungan, dan keamanan tidak lagi tersedia untuk pasien; pasien merasa ketakutan dan dihadapkan pada realitas perubahan, yang diterjemahkan menjadi ketakutan dan kerentanan.
k. Kecemasan
Kecemasan dalam segala bentuknya mengarah pada risiko bunuh diri; rasa takut dan tegang yang terus-menerus terbukti tak tertahankan bagi sebagian orang
l. Perasaan dokter
Seperti disebutkan sebelumnya, terlepas dari apa yang dikatakan atau dilakukan pasien, penting jika dokter memiliki perasaan bahwa pasien akan bunuh diri; persepsi semacam itu adalah bagian dari penilaian klinis dan merupakan bagian penting dari penilaian dan intervensi bunuh diri.
F. Upaya Pencegahan Bunuh Diri
Dokter juga harus menilai faktor pelindung. Hal-hal yang dapat berfungsi untuk melindungi dari bunuh diri adalah sebagai berikut (CDC, 2022):
1. Keterlibatan dalam jaringan sosial teman, keluarga, dan rekan kerja – jaringan mendukung individu, memberi makna pada kehidupan, dan memberi individu sekelompok orang yang dapat mendeteksi dan menanggapi perilaku individu yang mengasingkan dan menarik diri.
2. Memiliki tujuan jangka panjang yang utama – tujuan jangka panjang memungkinkan seseorang untuk melihat hambatan dan kerugian kecil dalam perspektif yang berbeda.
3. Memiliki hewan peliharaan, seperti anjing atau kucing – hewan peliharaan membutuhkan kehadiran manusia untuk merawatnya, yang memberi individu alasan untuk hidup. Mereka juga memberikan cinta dan penerimaan tanpa syarat.
4. Memiliki terapis yang membuat Anda merasa terhubung – ini memberikan seseorang yang dapat dihubungi individu saat dalam kesulitan. Kunci pengobatan adalah membicarakan dan berbagi perasaan dan pikiran, bukan menindaklanjutinya.
5. Mencegah bunuh diri membutuhkan strategi di semua lapisan masyarakat. Ini termasuk strategi pencegahan dan perlindungan bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Setiap orang dapat membantu mencegah bunuh diri dengan mempelajari tanda-tanda peringatan, mempromosikan pencegahan dan ketahanan, serta komitmen terhadap perubahan sosial.
Suicide Prevention Resource for Action CDC menyoroti strategi berdasarkan bukti terbaik yang tersedia untuk membantu negara bagian dan komunitas mencegah bunuh diri. Strategi dan pendekatan yang sesuai adalah sebagai berikut :
1. Memperkuat dukungan ekonomi seperti memperkuat finansial rumah tangga
2. Ciptakan lingkungan yang protektif dengan cara mengurangi akses ke sarana yang menjadi tempat bagi orang-orang yang berisiko bunuh diri, menciptakan kebijakan dan budaya organisasi yang sehat dan mengurangi penggunaan zat melalui kebijakan dan praktik berbasis komunitas.
3. Meningkatkan akses bagi untuk perawatan bagi korban percobaan bunuh diri
4. Mempromosikan koneksi yang sehat baik dengan anggota maupun lingkungan
5. Mengajarkan keterampilan dalam memecahkan masalah
6. Melakukan skrinning dan mendukung para orang yang berisiko dalam melakukan bunuh diri.
DAFTAR PUSTAKA
Durkheim, Emile. (1897/1951). Suicide. New York: Free Press
George Ritzer Dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), hlm. 97
Half, J. A., & Bernieri, F. J. (2013). Interpersonal Sensitivity, Theory and Measurement. London:Routledge.
Hawari, H. D. (2010). Psikopatologi Bunuh Diri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Keliat, BA, et al. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CHMN (Basic Course). Jakarta : EGC
Leenaars, A. A. (2003). Can a theory of suicide predict all "suicides" in the elderly? Crisis: The Journal of Crisis Intervention and Suicide Prevention, 24(1), 7–16)
Menon V, Kattimani S. Suicide and Serotonin: Making Sense of Evidence. Indian J Psychol Med. 2015 Jul-Sep;37(3):377-8. doi: 10.4103/0253-7176.162910. PMID: 26664099; PMCID: PMC4649802
Pritiartesti, N. W. P., & Diniari, N. K. S. (2016). KARAKTERISTIK DAN DIAGNOSIS PSIKIATRI PADA PASIEN PERCOBAAN BUNUH DIRI DI RSUP SANGLAH Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana ABSTRAK Percobaan bunuh diri (PBD) adalah suatu tindakan mencederai diri sendiri yang dilaku. E-Jurnal Medika, 5(9), 1–5.
Ratih, AA., & Tobing, D. (2020). Konsep Diri Pada Pelaku Percobaan Bunuh Diri Pria Usia Dewasa Muda Di Bali. Jurnal Psikologi Udayana, 56–70.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2014). Kaplan & Sadock's synopsis of psychiatry: Behavioral sciences/clinical psychiatry (11th ed.). Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
Satuharapan. (2014, September 11). Kasus Percobaan Bunuh Diri Mencapai 800.000 Per Tahun. Dipetik September 11, 2014, dari Satu Harapan.com: http://www.satuharapan.com/readdetail/read/kasus-percobaan-bunuh-diri-mencapai-800000-per-tahun
Stephen Soreff, M.D. (2022) Suicide, Practice Essentials, Overview, Etiology. Medscape. Available at: https://emedicine.medscape.com/article/2013085-overview#a3 (Accessed: February 7, 2023)
Suicide prevention (2022) Centers for Disease Control and Prevention. Centers for Disease Control and Prevention. Available at: https://www.cdc.gov/suicide/index.html (Accessed: February 7, 2023)