Alek Gugi Gustaman, SKM

 

    A.   Definisi Post Power Syndrome

          Post power syndrome adalah suatu kondisi kejiwaan yang umumnya dialami oleh orang-orang yang kehilangan kekuasaan atau jabatan yang diikuti dengan menurunnya harga diri. “Power” pada kata post power syndrome bukan diartikan sebagai kekuasaan maupun pekerjaan. Melainkan dikonotasikan sebagai sosok yang tadinya aktif, banyak kegiatan, mendadak hilang semua sehingga timbul ketidaknyamanan. Jadi, orang-orang yang mengalami post power syndrome adalah orang-orang yang tidak bisa menerima perubahan yang terjadi, sebenarnya. Dan perubahan yang tidak bisa dia terima itu adalah perubahan yang berkaitan dengan hilangnya aktivitas, hilangnya kekuasaan, hilangnya harta, dan sebagainya.

          Post power syndrome adalah kondisi ketika seseorang masih membayangkan pencapaiannya pada masa lalu dan membandingkannya dengan masa kini. Hal ini dapat menurunkan rasa percaya diri dan menyebabkan depresi. Kondisi ini umumnya dialami oleh orang yang baru pensiun dari pekerjaannya. Sebagian orang menilai pekerjaan sebagai bentuk kepuasan atau pencapaian diri. Tidak sedikit pula orang yang menganggap pekerjaan sebagai identitasnya, atau kesempatan untuk bersosialisasi dan mengasah kemampuan berpikir.

          Post power syndrome adalah bentuk dari reaksi negatif yang muncul dalam menghadapi masa purna bakti seperti merasa minder, kurang bahkan hilang motivasi kerja. Suadirman menambahkan bahwa Post Power Syndrome adalah sindrom yang bersumber dari berakhirnya suatu jabatan atau kekuasaan dimana penderita tidak bisa berpikir realistis, tidak bisa menerima kenyataan bahwa sekarang sudah tidak memangku jabatan lagi. Wardhani menjelaskan bahwa post power syndrome hampir selalu dialami oleh orang yang pensiun terutama lansia, hanya saja ada yang melaluinya dengan cepat dan segera dapat menerima kondisi barunya dengan lapang dada dan ikhlas. Namun pada kasus tertentu individu tidak mampu menerima kenyataan yang ada terutama jika pensiun itu dipaksakan dan bukan karena kesadaran harus pensiun, maka resiko post power syndrome yang berat semakin besar (Helmi, 2000; Sudiarman, 2011).

   B.    Gejala Post Power Syndrome

Gejala post power syndrome terbagi menjadi tiga kategori, yaitu gejala fisik, emosional, dan perilaku. Secara fisik, penderita ditandai dengan penampilan yang kurang segar, kurang ceria, dan rentan terhadap penyakit fisik seperti flu atau demam. Sementara gejala emosional mencakup mudah tersinggung, lebih suka menyendiri, cenderung pemurung, sering merasa marah atau tersinggung jika tidak dihargai. Gejala lainnya termasuk rasa kecewa, bingung, sedih, kesepian, rasa takut, dan perasaan hampa (Fitria, 2018; Cahyaningrum, 2018).

Gejala perilaku bisa terlihat dari perubahan perilaku penderita yang mungkin menjadi lebih pendiam, pemalu, atau sebaliknya, terus menerus membanggakan prestasi karir masa lalu. Orang yang mengalami Post Power Syndrome cenderung mengalami kegelisahan dan kekhawatiran berlebihan menghadapi masa pensiun yang membawa mereka keluar dari zona nyaman. Ini dapat mengganggu keseimbangan mental seseorang jika tidak ada persiapan yang memadai. Pensiun bukan hanya mengubah situasi finansial, tetapi juga menghilangkan rasa "kekuasaan" atau kontrol atas orang lain. Jika gejala ini tidak ditangani dengan baik, kegelisahan dan kekhawatiran dapat merugikan tidak hanya diri sendiri tetapi juga anggota keluarga. Oleh karena itu, penting untuk memasuki masa pensiun tanpa kekhawatiran berlebihan (Fitria, 2018; Cahyaningrum, 2018).

Beberapa gejala mild post power syndrome seperti yang disebutkan oleh Cahyaningrum  dengan gejala fisiknya adalah rambut lebih cepat beruban, keriput, kemurungan, sakit, badan menjadi lemah. Gejala dari emosi: mudah tersinggung, merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan sosial, mudah depresi dan cemas. Gejala perilaku: malu bertemu orang lain orang, mudah melakukan sikap kekerasan terhadap orang lain, menunjukkan kemarahan dimana individu tersebut berada, agresif dan suka untuk menyerang. (Fitria, 2018; Cahyaningrum, 2018)

  C.   Cara Mencegah Post Power Syndrome

          Post power syndrome sebaiknya dicegah sejak sebelum pensiun atau segera setelah pensiun. Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah :

1.       Mulai mengurangi pekerjaan secara bertahap sebelum pensiun

2.       Mengembangkan keterampilan atau minat baru mendekati masa pensiun

3.       Menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga atau teman

4.       Mendaftarkan diri ke asuransi kesehatan usia lanjut sebelum pensiun

5.       Membuat daftar aktivitas yang ingin dilakukan selama masih bekerja

6.       Menyusun jadwal kegiatan yang akan dilakukan setelah pensiun

   D.   Cara Mengatasi Post Power Syndrome

          Sejak dini, kita perlu menyadari bahwa kehidupan manusia memiliki batas waktu, dan suatu saat nanti kita akan melepaskan kedudukan kita kepada orang lain. Pensiun adalah bagian alami dari siklus kehidupan yang tak terhindarkan bagi siapapun. Dengan menerima kenyataan ini, kita dapat merasa lebih tenang dan tidak khawatir menghadapi masa pensiun. Selain itu, kita perlu mempersiapkan tabungan atau rencana investasi jangka panjang dengan risiko seminimal mungkin. Contohnya, kita bisa memulai usaha kecil seperti kos-kosan, warung makan, kelontong, atau jenis usaha lainnya. Di era media sosial saat ini, kita dapat memanfaatkan platform online untuk berjualan. Misalnya, ibu-ibu yang memiliki hobi memasak atau membuat kue di rumah dapat menjual produknya secara online melalui platform seperti Facebook, Instagram, atau WhatsApp. Selain itu, kita bisa mengembangkan hobi menjual pakaian atau produk seperti jilbab yang sedang populer. Bagi bapak-bapak, mereka bisa memulai bisnis dalam bidang pertanian, peternakan, atau kuliner. Bisnis makanan sehat juga merupakan peluang yang menarik karena banyaknya minat masyarakat akan gaya hidup yang lebih sehat. Apapun jenis usaha yang dipilih, yang terpenting adalah menjalankannya dengan senang hati dan sesuai dengan minat dan bakat kita.

          Orang-orang terdekat, termasuk keluarga, memiliki peran penting dalam mencegah seseorang dari mengalami post power syndrome karena mereka lebih memahami situasinya. Salah satu cara terbaik adalah dengan tetap menjaga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar, baik itu keluarga maupun tetangga. Melibatkan diri dalam komunitas dengan aktivitas yang bermanfaat juga bisa menjadi solusi. Misalnya bergabung dengan komunitas agama seperti pengajian atau kegiatan gereja, atau bahkan komunitas sesuai dengan hobi. Komunitas ini umumnya diisi oleh pensiunan atau mereka yang telah mengakhiri karier mereka. Awalnya, mereka mungkin hanya berpartisipasi dalam kegiatan agama, namun kemudian berkembang menjadi kegiatan lain seperti jalan santai pagi, bersepeda, kegiatan sosial, atau bahkan rekreasi bersama. Beberapa komunitas juga berfokus pada kegiatan hobi tertentu seperti bernyanyi atau menari bersama, dan kadang-kadang mengadakan acara piknik atau rekreasi bersama. Melalui keterlibatan dalam komunitas semacam ini, rasa kesepian atau hampa karena kehilangan teman dapat diatasi, dan orang-orang akan tetap merasa bahagia menjalani hidup mereka, terutama karena beban pekerjaan atau tanggung jawab sudah berkurang setelah pensiun.

          Membangun hubungan dan berinteraksi dengan masyarakat secara positif, tanpa memandang perbedaan status sosial, akan membantu seseorang diperlakukan dengan baik saat memasuki masa pensiun. Kepribadian yang baik akan selalu dihargai, sedangkan sikap yang kurang menyenangkan akan membuat orang menjadi cuek terhadap kita. Penting untuk tidak menyombongkan diri atas jabatan atau kekuasaan yang dimiliki pada masa kejayaan, dan untuk selalu mengingat bahwa keberhasilan yang kita raih tidak akan abadi (Ladopurab et al, 2020)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Nugroho.W., (2014). Keperawatan Gerontik   &   Geriatrik.   Jakarta   : EGC

Hidayat, F., Hamid, A., & Lestari, R. F. (2020). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Post Power Syndrome Pada Lansia Di Puskesmas Payung Sekaki Kelurahan Labu Baru Timur Kota Pekanbaru: Bahasa Indonesia. Al-Asalmiya Nursing: Jurnal Ilmu Keperawatan (Journal of Nursing Sciences), 9(1), 1-9.

https://dataindonesia.id/varia/detail/data-persentase-penduduk-lanjut-usia-di-indonesia-pada-2023

Helmi, A. F.(2000). Pengelolaan Stress Pra-Purna Bakti. Jurnal Psikologika 5 (9): 42-55.

Suadirman, S. P.(2011). Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Fitria, A. Post Power Syndrome. 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Ditjen Yankes.

Cahyaningrum. Ciptanti. Penyebab Dan Ciri Post Power Syndrome. Jakarta. 2018. Http://87.106.201.35.Bc.Googleusercontent.Com/Komunit as/Topic/Post-Power-Syndrome

Ladopurab, A. O. I., Kusumaningsih, I., & Marlina, P. W. N. (2020, November). The Correlation Between the Post Power Syndrome and the Fulfillment Needs of Activity Daily Living of Elderly in Graha Werdha Aussi Kusuma Lestari. In International Conference of Health Development. Covid-19 and the Role of Healthcare Workers in the Industrial Era (ICHD 2020) (pp. 168-174). Atlantis Press.